Selasa, 05 Mei 2009

Hanya bisa berucap Gila..

"GILA" hanya satu kata itu yang tersirat di otak ketika melihat Media TV ataupun media cetak. Setelah Pemilu yang katanya Bebas, rahasia, jujur dan adil padahal kenyataannya adalah Tidak bebas, tidak rahasia, tidak jujur dan tidak adil, yang terjadi adalah banyaknya orang stress, orang depresi, orang munafik dan orang - orang gila yang tiba - tiba muncul tanpa punya rasa malu. Semua diawali dari berbondong - bondong orang yang mendaftar menjadi Calon Legislatif (bayangkan sebuah kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur hajat orang banyak) lalu kampanye yang hanya menghambur - hamburkan harta, kebohongan dan kemunafikan berlanjut dengan berantakannya penyelenggaraan pemilu oleh komisi yang katanya bertugas menyelenggarakan pemilu, kemudian diakhiri oleh pengitungan suara yang penuh intrik.

Apakah Pemilu sekarang hanyalah sebuah wadah untuk memunculkan orang munafik dan orang gila baru?

Banyaknya calon legislatif yang bermunculan membuktikan satu hal yaitu posisi sebagai anggota dewan adalah posisi yang sangat diminati oleh orang banyak. Mereka rela dan iklash untuk menggadaikan seluruh hartanya (tidak menutup mata ada juga Caleg yang tidak memaksakan diri), menggadaikan seluruh martabat dan harkatnya sebagai manusia dengan cara menipu diri, menipu orang banyak dan parahnya sampai menipu akal sehat mereka (minta petuah kuburan orang mati, petuah dukun, dll). Akibat yang diperolehnya juga tidak tanggung - tanggung, sebagaimana yang sudah diberitakan dalam media cetak maupun elektronik terdapat caleg - caleg gagal yang kemudian menjadi gila, stress, dan gilanya ada juga yang meminta kembali uang ataupun sumbangan yang telah mereka berikan kepada masyarakat. Tanpa malu seolah - olah tidak punya kemaluan para Caleg gagal tersebut ataupun melalui tim suksesnya meminta seluruh apa yang telah disumbangkan karena suara yang mereka dapatkan itu tidak sesuai target atau yang diperjanjikan. Mekanismes pemberian sumbangan adalah modus baru dalam kampanye pemilu yang dapat disamakan dengan politik uang, cuma caranya berbeda (menurut saya). Pemberian sumbangan saat kampanye merupakan topeng kemunafikan baru caleg - caleg yang apabila terpilih mereka menerima kekuasaan, kewenangan dan harta yang tidak sedikit dan tentunya itulah harapan mereka. Bodohnya (bingung yang bodoh masyarakat atau para caleg/Tim suksesnya yang jago memodoh - bodohi masyarakat) banyak masyarakat yang mau memilih mereka dengan hanya seharga Rp. 50.000,- atau Rp. 100.000,- atau sumbangan apapun bentuknya padahal masa depan bangsa ini yang menjadi taruhannya. Masyarakatpun banyak yang seolah - olah ikut - ikutan tidak mau kalah untuk menjadi bodoh, dengan terang - terangan dan berbondong - bondong datang ke tempat para Caleg hanya untuk meminta uang atau sumbangan yang telah dijanjikan sebelumnya. hal itu membuktikan bahwa banyak suara di negeri ini yang dapat dibeli. Pemilu ajang kegiatan demokratis di negeri ini sekarang hanya menjadi ajang berlombanya orang - orang munafik dan tidak salah Tuhan yang Esa memberikan azabnya dengan membuat gila atau hancur orang - orang tersebut.

Jabatan seharusnya menjadi momok yang menakutkan bagi manusia karena didalamnya terdapat tanggung jawab dan beban yang berat dimana pada akhirnya harus dipertanggung jawabkan diakhir masa jabatannya atau akhir masa hidupnya di dunia fana. Manusia seharusnya takut mendapatkan jabatan karena dibalik manisnya kata "jabatan" terselubung kata "ADIL" dan tidak ada satu manusia didunia ini yang dapat bersikap adil, baik seorang Nabipun tidak akan 100% dapat bersikap adil. Tetapi sudah menjadi kodratnya manusia harus mampu untuk selalu mencoba bersikap adil.

Bisakah para Caleg yang terpilih untuk selalu mencoba sebaik - baiknya bersikap adil semasa mereka menjabat? Adil buat diri mereka sendiri dan terpenting adalah adil buat masyarakat yang sudah mempercayakan nasib mereka ditangan para caleg terpilih tersebut.

Negeri ini sudah dipenuhi oleh orang - orang munafik yang akan selalu tersenyum diatas jerih payah dan tangis orang lain. Negeri ini sudah terlalu penuh oleh luka - luka, darah dan tangis orang - orang yang dipinggirkan. Negeri ini sudah menjadi panggung dagelan terbesar bagi orang - orang yang berlindung dibalik kata "RAKYAT".

Kecewa adalah perasaan yang muncul ketika mengetahui dan melihat segalanya tanpa bisa berbuat apa - apa. Bagaimana merubahnya? itu pertanyaan yang sulit dan masih belum dapat dijawab sampai saat ini. Memiliki sikap bertentangan secara frontal berarti harus siap dipinggirkan, dibuang atau malah dihilangkan tetapi mencoba merubahnya dengan cara menjadi bagian yang sudah ada berarti harus siap terjebak dalam lingkungan yang penuh dengan intrik dan kemunafikan. Cara apa yang dipilih sampai saat ini saya sendiripun belum siap untuk menjawabnya. Tapi yang saya pahami adalah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati dan rakyat tidak boleh dibodohi. Rakyat harus bisa untuk menjadi dewasa dalam menentukan kearah mana negeri ini akan berjalan.

Tulisan ini dibuat tanpa maksud untuk memprovokasi apapun dan siapapun. Tulisan ini hanyalah ungkapan suara hati yang sudah penuh dengan kekecewaan atas bobroknya negeri ini (apalagi baru menghadapi Pemilu yang bobrok). Maaf dari saya apabila ada yang tersinggung atas tulisan ini dan maaf dari saya apabila tulisan ini mencerminkan sikap tidak adil saya dalam menyingkapi kekecewaan hati.

Hanya harapan yang tidak akan pernah mati bahwa negeri ini pasti akan bisa maju, makmur, adil dan sejahtera. Indonesia adalah Negeriku membuatnya untuk maju, makmur, adil dan sejahtera adalah Tugas kita semua (bagi yang mau). Wassalam.

1 komentar: